"KEBENARAN’ menghantar LOGIKA "

JudulGambar

‘KEBENARAN’ menghantar LOGIKA

Ketika akan berjalan menyusuri apa itu logika, penulis merasa perlu untuk mampir dulu di wilayah jaman pra- Sokratik, Heraklitus dan Parmenides membahas tentang pentingnya peranan akal (reason) dalam determinasi kebenaran (yang berada tidak di dalam dunia yang tampak- appearance), pemikiran ini membantu Plato dalam bidang epistemologi. Kedua filsuf ini (Heraklitus dan Parmenides) menjelaskan unsur epistemologi dengan metafor terang- gelap.

Heraklitus sendiri dalam doktrinnya tentang aliran dan perubahan menyatakan bahwa tidak ada dunia inderawi yang riel, sebab segala sesuatu selalu berubah. Satu hal yang riel adalah LOGOS yang merupakan sebab imanen dari pola yang secara universal sangat jelas dalam perubahan yang terus menerus dari segala benda.

Menurut Parmenides realitas adalah identik dengan being (adanya) dan bukan becoming (menjadi) dalam realitas sempurna seperti kata Heraklitus, dan tidak perlu ada proses didalamnya (bersifat permanen).
Perseteruan ini digunakan oleh Plato untuk melihat bahwa realitas adalah ganda. Ada realitas objek fisis yang berada dalam ruang dan waktu ada juga realitas formal yang menjadi objek berpikir seperti forma keindahan atau kebaikan.

Plato mengakui bila realitas hanya terdiri dari benda-benda yang tak dapat diubah, intelegensia kita tidak akan memiliki eksistensi yang riel karena dalam pengetahuan intelegensia secara esensial membutuhkan being yang sungguh-sungguh ada (exist) sebagai perantara atau alat. Diskusi antara Heraklitus dan Parmenides berperanan ketika kita membahas soal kebenaran. Sedangkan Plato yakin bahwa kebijaksanaan tidak akan pernah ada tanpa dipengaruhi oleh akal, yaitu kepastian intelektual untuk tetap mengacu pada kebenaran.
Beranjak pada pemikiran tentang kebenaran, kita semakin mendekati apa itu logika. Logika adalah tatanan atau jenis- jenis pemikiran yang menguraikan kebenaran. Ada baiknya nasihat dari BOSSUET, selalu pantas kita dengarkan,
“hukum pertama dari logika kita, ialah bahwa kita harus tidak pernah meninggalkan kebenaran-kebenaran, sesudah mereka diakui, betapa tinggi kesulitan–kesulitan yang akan muncul; bahwa sebaliknya kita harus memegang dengan teguh kedua ujung rantai, meskipun kita tidak selalu bisa melihat bagaimana proses perantaian berjalan.”

Hanya seorang pelaku tindakan yang bebas yang dapat bersifat rasional.Jadi pikiran dan kebenaran mengandaikan pengakuan kebebasan, seperti dengan halnya pertimbangan dan pilihan moral

Secara etimologis logika dibentuk dari kata λόγικος – logikos dari asal kata benda λόγος- logos. Kata logos artinya sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran),kata, percakapan atau ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu logika disebut Logica scientia (ilmu logika), sekarang biasa disebut logika saja.

Dalam sejarah perkembangan logika banyak definisi oleh para ahli. Diantaranya (1)Logika ilmu dalam lingkungan filsafat yang membehas prinsi-prinsip dan hukum-hukum penalaran yang tepat.(2) Logika adalah ilmu pengetahuan (science) tetapi sekaligus juga merupakan kecakapan atau ketrampilan(art) untuk berpikir secara lurus, tepat dan teratur; ilmu mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui, sedang kecakapan atau ketrampilan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan.(3)Logika adalah teknik atau metode untuk meneliti ketepatan berpikir (logika dipandang sebagai metode dan bukan ilmu).(4) logika adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sahih (valid). Definisi yang lalu dikembangkan tentang logika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau menyusun, mengembangkan dan membahas asas-asas, aturan formal, prosedur- prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral

Tuntutan moral dari ilmu pengetahuan adalah memiliki objek formal dan objek material, sehingga bisa disebut ilmu pengetahuan. Objek material ilmu dalah materi/ bidang / lapangan penyelidikan ilmu bersangkutan. Objek formal adalah bagaimana material tersebut dipandang. Objek formal psikologi adalah perilaku dan aktivitas mental, objek formal pedagogi adalah kegiatan manusia yang menuntun pada perkembangan tertentu. Biasanya objek material konkrit untuk mudah dalam mengamati. Kebenaran dapat dicapai bila ada kesesuaian pengetahuan dengan objek materialnya. Maka objek material dari logika adalah manusia itu sendiri. Ilmu- ilmu dapat menggunakan objek material yang sama namun beda pada objek formal.

Cerita sejarah logika sebenarnya diawali oleh Thales yang menyingkirkan pendapat bahwa mitos dan cerita-cerita adalah hanya isapan jempol dan ia mencoba mengarahkan pada akal budi untuk memecahkan misteri alam semesta, sejak inilah pertama kali diletakkan dasar-dasar berpikir logis.

Kemudian Aristoles menyatakan bahwa logika disebut (1)) analitika (meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar; dan(2) dialektika secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Warisannya lain pada muridnya To Organon artinya “alat” yaitu (1)Categoriae, menguraikan pengertian-pengertian;(2) De Interpretatione, membahas keputusan-keputusan;(3) Analitica Priora membahas pembuktian; ;(4) Analitica Posteriora membahas pembuktian (5)Topica, berisi cara berargumentasi/ cara berdebat; (6) De Sophisticis Elenchis, membicarakan kesesatan dan kekeliruan berpikir.

Bila sejarah Logika sesungguhnya diawali oleh Thales,Posisi logika dalam peta ilmu pengetahuan yang menandai Aristoteles (284 – 322 SM), logika tidak dimasukkan dalam tiga kelas ilmu pengetahuan yaitu (1) filsafat spekulatif/ teoritis (sifat objektif dengan tujuan untuk ilmunya sendiri (fisika, metafisika, biopsikologi, teologia); (2) filsafat praktika-pedoman tingkah laku (etika dan politik; (3) Filsafat produktif –produktif lewat kemampuan khusus (kritik sastra, retorika, dan estetika). Bagi Aristoteles logika diluar ilmu pengetahuan maka menurut Aristoteles, sebelum belajar ilmu pengetahuan, harus belajar logika lebih dahulu.

Mashab dimana logika berkembang pada jaman Yunani kuno, disebut Ancient Logic (Logika Kuno), meliputi Logica Aristoteles (Aristotelian Logic), inti dari logika Aristoteles adalah silogisme (penemuan murni yang terbesar dalam logika). Lalu penganut Aristoteles antara lain yang terkenal Theoprastus (370 –288 SM) yang melanjutkan karya Aristoteles dalam Logika. Euclides juga mengembangkan Logika Keterangan pada mazhab Megaria. Istilah logika yang menggunakan pertama kali adalah Zeno dari Citium (334-262 SM)- sebagai pelopor kaum stoa- mazhab stoa. Puncak kejayaan Stoa diungkapkan dengan” Tanpa Chrysippus, Stoa tidak akan pernah ada”. Sebagai pemimpin ketiga yang terbesar, ia mengembangkan logika menjadi bentuk-bentuk penalaran yang sistematis. Kemudian dilanjutkan dua dokter medis Galenus (130-200 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M), Logika dikembangkan dengan metode geometri. Logika Aristoteles dipakai pada abad ketiga belas sampai abad kelima belas. Logika kuno ini dikenal juga sebagai Classical Logic atau oleh I.M. Bochenski lebih suka disebut Ancient Formal Logic (Logika Formal Kuno) untuk membedakan dengan logika kuno lainnya misal Logika India Kuno (Ancient Indian Logic). Logika tradisional ini membahas dan mempersoalkan definisi, konsep, term menurut struktur susunan dan nuansanya, serta seluk beluk penalaran untuk memperoleh kebenaran yang lebih sesuai dengan realitas.

Logika Airtoteles di fokuskan pada membuat dan menguji inferensi. Dalam konsep tradisional, logika adalah studi tentang relasi formal dalam jenis. Pemikiran yang berkembang adalah tentang relasi antar jenis, maka muncul teori proposisi antar jenis yaitu kalkulus jenis dan kalkulus antar jenis. Dalam logika Aristoteles dikenal Logika Formil Kategorik (yang sudah beserta modifikasinya oleh Imanuel Kant). Logika Aristoteles yang terkenal adalah Struktur Silogisme Kategorik: premis mayor, premis minor, dan klonkusio.

Bagaimanapun juga kita ‘terpaksa’ membahas sekilas tentang logika matematika, karena logika ini sangat mendukung silogisme inferensi, yang sangat diperlukan dalam pendekatan ilmu alam dan lalu ilmu sosial sampai sekitar abad 20. Logika matematika beranjak dari model induktif ke model deduktif ketika paradigma Thomas Kuhn dan Laudan bisa membuktikan kebenaran menggunakan konstruksi logik deduktif probabilistik. Logika matematika aksiomatik didukung logika-nya, pertama oleh Aristoteles dalam pembuktian kebenaran silogisme deduktif kategorik (kebenaran pada relasi formal/ kebenaran formal). Kedua oleh Euclides membuktikan kebenaran materi (menggunakan aksioma sebagai asumsi yang “self evident”) yang ketiga oleh Theoreem dengan pendekatan observasi.

Asumsi kesepadanan (isomorphik) yang dikembangkan dalam logika matematika untuk mendukung logika induktif dan deduktif. Relasi kalkulus antar jenis mengupas relasi: Dyadic, triadic, tetradic sampai polyadic. Relasi bisa simetris dan asimetris, relasi transitif dan intransitif. Inferensi yang valid yang didasarkan pada relasi transitif.
Logika paradigmatik (qualitative-grounded) ada alternatif komparatif. Objek ditelaah dalam kesatuan Holistik, sedang kesimpulan yang dihasilkan merupakan generalisasi. Inferensial menggunakan analisis pemaknaan divergensi: memilah–milah, heterakik, morphogenetik (genealogi bentukan), holografik dan paradoxal (keganjilan - antinomy).

Logika dalam Pendekatan matematika menggunakan berbagai simbol, yang mewakili relasi antar faktor, untuk menghasilkan kesimpulan tertentu. Misalnya simbol “+”, “-“ atau “x”. Penggunaan berbagai metode statistika, adalah kelanjutan dari logika matematika untuk menggambarkan proses logis dari probabilitas serta relasi yang terjadi antara faktor-faktor yang ditelaah.

Beberapa gambaran pengembangan logika dari hal ini adalah pengujian inferensi dengan analisis parametrik dengan syarat data homogen dan linier (analisis regresi, multiple correlation). Metode ini banyak digunakan dalam ilmu Psikologi. Validitas konstruk diuji antar sub kelompok, consistency diuji reliabilitasnya dalam pre test dan post test.

Perkembangan Logika pesat dalam bahasa, dengan menggunakan Simbol, Tokoh analisis tata bahasa dalam aliran strukturalisme klasik dibidani oleh de Saussure, dengan dua bentuk linguistc codes: elaborated code (dalam tata bahasa, konstruk kalimat- kata ganti- kata depan- memperlihatkan logika berpikir) dan restricted code (kalimat singkat, tata bahasa sederhana, sering pakai kata hubung, sedikit anak kalimat, alasan dan kesimpulan kacau- pemikiran logis sederhana).

Logika dalam aliran Strukturalisme Levi-Strauss (Strukturalisme genetik) ada latar belakang sosial yang mempengaruhi. Fungsinya lebih pada menganalisis terjadinya jenjang sosial dan perubahan sosial, banyak digunakan dalam antropologi. Strukturalisme dinamik, realitas ditampilkan lewat kesan imaginer pada jamannya- (novel imaginer)- lihat karya Umar Khayam.

Perkembangan selanjutnya, Strukturalisme Semantik, logika bahasa sebagai simbol tentang ide, ekspresi berkembang dalam logika semantik. Dalam Semantik muncul adanya pemaknaan dengan dekonstruksi, membuka suatu pola paradigma baru dalam pemaknaan simbolik kata-kata dalam keseluruhan karya sastra (analisis Heuristik).

Analisis berikutnya logika Hermeunetik: kebenaran dicari dengan analisis Heuristik dan Hermeunetik sumber tunggal: budaya, arti bahasa, otoritas lain). Dekonstruksi pemaknaan menolak acuan tunggal sehingga tidak memenjarakan kreatifitas baru, tidak linier dan tidak konvergen. Yang sering kita lakukan sebagai peneliti adalah berpikir dengan logika pragmatik, seringkali problem teoritik direduksi dan moralitas menjadi kepentingan pragmatik untuk suatu keputusan. Terutama dipakai oleh kita dalam mengambil keputusan praktis sehari- hari. Tetapi bagi Auguste Comte (1798 –1857) tetap bertahan dengan membagi ilmu pengetahuan dan logika ditempatkan pada kelompok ilmu normatif (ilmu terapan) yaitu ilmu logika, etika, hukum.

Kegunaan Logika (1) membentuk setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis, dan koheren; (2) meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan objektif;(3) menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri;(4) meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.barang siapa mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggenggam master key untuk membuka pintu masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Logika menjadi basis dari berbagai pendekatan ilmiah karena adanya konsekuensi logis dari pemikiran logika. Setiap alur ilmiah yang dianut oleh masing-masing pendekatan, memiliki apa yang disebut dengan konsekuensi logika atau konsekuensi logis. Semua presentasi dari konsekuensi logis berdasarkan suatu skema. Silogisme Aristoteles adalah contoh jelas dari konsekuensi logis
Ferio: Tak ada F yang adalah G. Beberapa H adalah G. maka beberapa H adalah bukan F.
Masing-masing logika memiliki arah atau konsekuensi masing-masing. Bila kita menggunakan logika deduktif, maka pengambilan kesimpulan juga berdasar alur logika deduktif. Sejumlah hal yang penting dalam konsekuensi logis dipaparkan berikut ini.

Beall dan Restall (2005) menyatakan pertama-tama konsekuensi logis Deduktif dan Induktif. Bila dikatakan bahwa pernyataan secara induktif valid, maka gabungan kebenaran dari premis-premis yang ada adalah “kemungkinan yang memadai” (bukan keharusan memadai) bagi kebenaran kesimpulan-kesimpulannya. Ke-valid-an suatu pernyataan secara induktif berarti premis-premisnya membuat kesimpulan menjadi lebih memiliki dasar. Seperti sudah sedikit disinggung di atas, ada sejumlah cara yang dipakai untuk menganalisa konsekuensi induktif. Kita bisa menguji pada tingkat seberapa jauh kemungkinan dari kesimpulan tersebut (misalnya dengan berbagai metode probabilitas), atau kita bisa menguji apakah dalam situasi normal, kesimpulan berlaku.

Dalam logika deduktif, bila kita menyatakan bahwa suatu kesimpulan mengikuti premis-premis dalam logika deduktif, artinya menyatakan bahwa kesimpulan “tanpa kecuali” adalah sesuai logika tersebut. Contoh sederhana adalah pernyataan bahwa air adalah senyawa dua atom hidrogen dan satu oksigen, maka H2O tanpa kecuali adalah air. Namun ada berbagai jalan logika yang dipakai untuk membuktikan hal ini. Sejumlah pernyataan deduktif, memiliki konsekuensi logis yang menghendaki argumen apriori, yang diketahui sebelumnya dan tidak harus dialami oleh yang menelaah. Selain itu ada pula pemahaman tentang kebutuhan konseptual. Dalam kaitan dengan air serta H2O misalnya, bukanlah secara konseptual bahwa air adalah H2O, melainkan air dan H2O adalah dua konsep berbeda yang mengacu pada benda yang sama.

Selain itu ada pula konsekuensi logis Formal dan Material. Konsekuensi material adalah konsekuensi bahwa untuk membuat langkah dari premis menuju kesimpulan kita membutuhkan lebih dari sekedar struktur atau bentuk dari pernyataan-pernyataan yang ada. Untuk mencapai kesimpulan, secara material, kita perlu memahami isi. Sedangkan Konsekuensi logis adalah formal, bila tergantung pada bentuk dan bukan substansi dari pernyataan yang ada. Pernyataan yang masuk dalam skema silogisme Aristoteles, misalnya, bisa dikatakan sebagai valid secara logika formal.

Kita bisa mengatakan bahwa aturan-aturan logika formal adalah sepenuhnya netral terhadap ciri-ciri khusus dari obyek. Suatu analisa yang dekat untuk mengambarkan formalitas adalah bahwa aturan-aturan formal sepenuhnya abstrak. Secara abstrak, ia memisahkan diri dari isi pemikiran atau pernyataan, dan hanya melihat struktur semantik saja.
Penyusunan Konsekuensi Logis juga kerap menggunakan pembuktian-pembuktian serta model. Artinya, berbagai premis disusun perlahan-lahan dengan berbagai bukti, atau dengan penyusunan model. Pola semacam ini terutama kerap berhubungan dengan karya-karya teknik abad ke dua puluh satu, yang menjelaskan pernyataan dalam kaitan bukti-bukti yang mendukung dan yang lain melalui penyusunan model.
Pada pendekatan bukti, validitas dari suatu pernyataan tergantung pada adanya bukti-bukti guna kesimpulan dari premis-premis. Abad ke 20 telah melihat banyak sistem pembuktian, dari yang disebut pembuktian Hilbert dengan aturan yang sederhana dan aksioma kompleks, hingga sistem-sistem deduksi alami (natural deduction systems) dengan sedikit (bahkan tanpa) aksioma dan banyak sekali aturan.
Secara sederhana model-centered approach atau pendekatan berpusat pada model konsekuensi logis adalah dengan menyandarkan validitas dari argumen berdasarkan ketiadaan counter example. Sebuah model harus dapat menghilangkan faktor-faktor yang membuat premis-premis dari suatu argumen gagal meraih kesimpulan. Yang dapat menjadi contoh disini adalah model pesawat terbang, yang diterbangkan dalam ruang simulasi. Ide dari konsekuensi logis model adalah ketiadaan counterexample, artinya adalah bahwa suatu argumen dikatakan valid hanya dan hanya bila terdapat model yang menunjukkan bahwa semua premis adalah benar dan kesimpulan adalah benar pula.

Seperti halnya kita bisa menanyakan penggunaan sistem pembuktian, kita juga dapat mempertanyakan secara filosofis mengenai pendekatan model. Bagaimana misalnya, memahami “sifat” model? Bagaimana kita memahami variasi dari nilai-kebenaran dari model-model?

Pertanyaan tersebut juga mengarah pada pertanyaan: apakah hanya ada satu macam konsekuensi logis yang menjadi sasaran dari berbagai teori tersebut, ataukah ada banyak?
Kaum ortodoks, kaum monisme logis, akan dengan pasti menjawab bahwa hanya ada satu hubungan deduktif dan berbagai sistem formal menggambarkan relasi logis yang ada dengan baik, atau buruk.

Kaum contextualist atau relativist menyatakan bahwa argumen tergantung pada subject-matter atau kerangka referensi atau konteks evaluasi lainnya. Kaum berlogika pluralis, di sisi lain menyatakan bahwa mengenai satu hal dan satu argumen, dalam konteks yang satu dan sama, terkadang berbagai hal harus diungkapkan guna mencapai validitas.

Walaupun tulisan tentang logika ini jauh dari sempurna karena tidak semua dalil, konsep, rumusan, term logika termaktub semua di sini, untuk menutup tulisan ini, kembali kita diingatkan oleh Plato:
Kebijaksanaan tidak pernah ada tanpa dipengaruhi akal, yaitu kepastian intelektual untuk tetap mengacu kepada kebenaran.

Karena itu kita dapat juga mengatakan bahwa kebijaksanaan merupakan sarana berpikir secara benar, memiliki hubungan erat dengan kebenaran, bahwa kebijaksanaan memperlihatkan kebenaran, kata Plato: jalan menuju kebenaran adalah logika.
Read more »

"Jiwa"

Gesekkan biolamu serasa lamat terdengar…
Masih ada getarnya disini…
Ya…berirama sendu..
Sepasang jiwa ingin terbang …
Saat angin menghembus lembut sutra ke tempat yang jauh…
Pendakian ini belum berakhir….
Perlu kesabaran dan diam yang panjang…
Di setiap lembar buku yang menemani …
Selalu ditemukan senyum penantian…
Ketekunan pilinan kapas menjadi kain…
siap menemani di musim panas nanti….
Read more »

"Perenunganku di ujung hari"

Sudah kucoba…untuk kucukupkan dalam mengatakannya.
Tak juga cukup…
setiap refleksiku, ego dan hatiku berjalan saling berkejaran
aku berteriak cukup…tapi tak juga terdengar
aku menangis merindu …mataku sembunyikan urai air mata
lalu aku terus berjalan …
merasai bulir pasir putih pantai itu di kulit kaki lemahku
lalu aku terdiam …kututup mataku dalam gelap
saat embun pagi tiba di ujung daun
jatuh menetes tepat di bulu mataku
aku merenungi perjalananku…
hm… kukecup hangat pagi dalam kesendirianku
oh…mentari itu jauh…
tak sanggup aku menggapaimu….
Hanya bila kaujenguki aku….cukup dengan hatimu..
Read more »

"kujenguk engkau cintaku"

sangat halus hatimu, jenguk hatiku
sinar matamu lembut, inilah sorotku
keras sikapmu, kan kukecup manis

lengan kuat gapaiku
hangatkan hari-hari panjang
seulas bibir senandungkan nada rindu untuk..
lalu...
aku julurkan jemari untuk menggapai
rasakan ini engkau??? cinta

kita hidupi cinta jiwa putih
dalam segenap tarikan nafas kita...cinta...
Read more »

Konsultasi Remaja - Dating Violence

Dear Mbak Nirlaksita, ini pengalamanku, aku sangat marah
dengan apa yang terjadi dengan mantanku. Bahkan aku malah menjadi
lebih heran lagi karena ternyata beberapa dari teman sekampusku juga
mengalami kejadian yang sama. Entah apa mereka bisa disebut sebagai
korban, tapi yang pasti lebih dari 5 orang yang kukenal ini adalah
wanita. Aku rasa mereka mengalami kekerasan dalam berpacaran, dan
lebih parah lagi mereka sampai pada tahap dimana mereka disiksa secara
batin dan fisik oleh pasangan mereka!

Herannya lagi, entah kenapa mereka bisa tahan dengan perlakuan
pacar-pacar mereka yang sangat tidak manusiawi itu? Lebih dari 3 atau
5 tahun bahkan. Dan tahukah kamu, semua wanita yang kukenal itu adalah
orang-orang hebat!
Mereka wanita dengan karakter yang punya pendirian,
cerdas, mandiri, berbakat, pandai berdiplomasi... yang sepertinya
tidak akan membiarkan diri mereka jatuh ke dalam penyiksaan kelas teri
seperti itu.
Hanya karena masalah percintaankah? Atau karena terlalu
bodoh menyayangi kah?


Mbak Nir, ini maaf klo agak2 sedikit menyinggung kehidupan pribadi seseorang, tp ini juga sebenarnya pengalaman pribadi sy juga koq. trims

Ananta
[23 tahun], Denpasar



Nir:
Dindaku Ananta…tidak perlu merasa tidak enak dengan sebuah ide atau pemikiran, biarkan lepas segala pengetahuan karena alam sudah menyediakan jawaban untuk kita.
Tidak ada hal yang harus disembunyikan ketika banyak jiwa terselamatkan karenanya.


Ananta:
Pertanyaanku, kenapa wanita-wanita cerdas itu bisa terjerumus dalam
kekerasan berpacaran (dating violence)?


Nir:
Kenapa ini terjadi?
Pertama, cinta itu buta, kata orang sono “LOVE is BLIND”
Dan kata kunci penting yang harus disadari adalah “TS”
TERLAMBAT SADAR

Memang tragis cerita ini, KANYA adalah seorang perempuan yang cerdas dan memiliki penampilan menarik kemudian menjadi korban kekerasan dalam relasinya dengan pacarnya.

Peristiwa ini bisa terjadi pada siapapun juga, variable cerdas tidak signifikan untuk terhindar dari soal ini.

Percintaan adalah soal hati, yaitu soal perasaan menyukai, menyintai , sehingga kadangkala kehilangan kesadaran untuk menyetarakan dengan mind *pikiran.

Ketika perempuan ini mencintai pasangannya, entah berawal dari pandangan pertama, entah berawal dari kebiasaan berjumpa, atau rasa kagum tehadap sesuatu yang dimiliki pasangannya. Satu-satunya yang mampu didefinisikan adalah hanya CINTA
Ya Cinta…..
Walau kitapun sampai kini tetap masih sibuk mempertanyakan APA ITU CINTA….

By the way
Lelaki yang memperlakukan violence pada pasangannya adalah laki-laki yang loser (maaf: pengecut).
Karena dia tidak tau bagaimana dia harus menghargai dirinya sendiri. Bagaimana ia sebagai lelaki untuk respek pada dirinya saja tidak mampu. Bagaimana dia mampu respek pada perempuan????

Mengapa ini bisa terjadi.
Setiap aksi pasti berasal dari reaksi bukan???

Stimulus bisa beragam untuk mencetuskan violence.
Perselingkuhan (ketidaksetiaan), kecemburuan yang besar (kurang ada kepercayaan diri pada pihak yang cemburu atau yang menjadikannya pencemburu), kurang komunikasi terbuka, konsep kepemilikan yang berlebihan (pacar adalah property hm?? )

Apapun alasan atau alibi sebagai sebuah reaksi, bila muncul sebagai kekerasan adalah tidak pernah dibenarkan
Mengapa? Hak asasi manusia adalah bebas.tidak ada yang berhak menindasnya dan mengambilnya dari orang lain.

Apapun alasan violence, tak bisa dibenarkan dalam human right dan hokum Indonesia.

Perempuan cerdas biasanya memiliki kelebihan pada idea nya
Biasanya mereka akan dengan tegas menyatakan keperbedaan pendapatnya
Dan ini bisa menjadi permasalahan ketika lelaki tidak bisa menerima pendapat beda.
Jenis lelaki ini adalah mereka hanya dipenui oleh pemikiran bahwa lelaki selalu harus menang, atau pemujaan gila terhadap budaya patriarki.

Lelaki pemuja paham” kemenangan” akan selalu bermasalah dengan perempuan jenis ini.

Ketika kehilangan ide untk berbeda dan tidak mampu lagi menerima ketidak percayaan diri, maka untuk menguasai pasangan di gunakannya power yaitu kekerasan. Dan itupun dilakukan ketika tak mampu mengecilkan eksistensi si perempuan.

Hanya dengan cara ini maka diri lelaki akan merasa “besar”, artinya mampu menguasai.

Dan perempuan ini dengan rasa cintanya yang buta dan kebodohan panjang, tidak cepat menyadari bahwa perlakuan lelaki ini tidak benar.

Ya sebuah KETERLAMBATAN KESADARAN….
Dengan cinta butanya , perempuan menerima perlakuan yang seharusnya harus dilaporkan pada hukum.

Mengapa lelaki mengusai dengan kekerasan?karena mereka bukan orang yang mampu berpikir EQUITY, mereka memiliki kebutuhan untuk ditakuti oleh pasangannya, mereka ingin menang dan ingin mendominir bahkan dalam pemikiran sekalipun.
Bukan hanya penguasaan fisik, fisik adalah cetusan dari penguasaan property, perempuan dianggap barang miliknya.

mengapa perempuan ini membiarkan? Dalam banyak kasus spesifik, adakalanya bila bukan karena cinta adalah, mereka menghindar untuk ribut. Walau sikap ini sangat tidak tepat.

Atau kawatir akan reaksi yang lebih berlebihan dari sebelumnya, lalu mereka menerima saja sebagai victim. Adakalanya takut masuk pada kondisi “sendiri” karena ketergantungan yang tercipta selama hubungan percintaan.
Wahai perempuan jangan takut merasa sendiri, karena kita tidak akan pernah sendiri,masih banyak teman dan orangtua yang mengasihi kita.

Wahai Perempuan sadarilah bahwa perlakuan pasangan mereka adalah violence, bukan rasa expresi rasa cinta mereka yang sangat kepada kita, tapi ini PENGUASAAN

Hai perempuan, mari lihat kembali bentuk hubungan kita dengan pasangan kita,
Bila ada pembatasan fisik bahkan pemikiran, hati-hati dengan kecenderungan violence.
Bila itu terjadi pada anda, cepat tinggalkan saja lelaki itu.
Untuk perempuan2 cerdas seperti mu, sangat mudah menemukan para lelaki yang baik.
Yang mampu menghargai dir mereka sebagai lelaki dan mampu menghargai diri kita sebagai perempuan.

Dan bagi yang telah mengalami atau sedang mengalami, jangan pernah merasa sebagai korban, itu akan menghentikan semangat kita untuk maju.

Yang korban bukan kita tapi dia , sang pelaku violence.
Wahai KANYA 2 ku, mari buka mata dan berjuang melawan violence , jangan beri tempat bersemayam di tubuh maupun jiwamu.

Bila engkau merasa korban, bangkitlah dan maafkan segala kebodohan dan kesalahanmu untuk cepat menyadarinya, lalu mafkan dia yang tidak mampu menghargai arti manusia….
Wahai para Ananta (lelaki)…respeklah pada dirimu dahulu, baru engkau bisa merasai dengan jiwamu bagaimana respek pada KANYA (PEREMPUAN)…
SALAM DAMAI….
Read more »

Melihat Media Dalam Pembangunan - Suatu telaah politik kebudayaan

PENGHANTAR
Media berada dalam suatu proses yang dinamis, pada saat Amerika mengalami perang melawan resesi, ketika komunisme mengkooptasi Uni Soviet, dan Eropa Timur bergerak mendekati kapitalisme. Kondisi ini berjalan beriring sesuai dengan transformasi teknologi, regulasi dan society (masyarakat), ini secara signifikan mempengaruhi perubahan dunia media massa. Media massa seperti radio, televisi, koran dan majalah, berperan fundamental dalam perkembangan pembangunan.

FUNGSI MEDIA DALAM RUANG PUBLIK
Salah satu fungsi dari Mass media adalah mendidik publik untuk belajar tentang isu-isu dan ketika masyarakat telah mendapat informasi dari media, massa akan mereproduksi kembali informasi tersebut lewat opini publik. Opini public sangat diperlukan oleh public itu sendiri dan diperlukan oleh media dalam suatu hubungan timbal balik (resiprokal), dalam arti, media mendidik massa dan massa pun bisa mendidik media. Jelas ada peran media massa dalam ruang publik dan hubungan keduanya sangat berpengaruh/ signifikan. Menurut Amir Pilliang, opini publik merupakan hal yang sangat sentral dalam prinsip hegemoni untuk membentuk masyarakat madani (civil society).
Media menjamin kebebasan berbicara publik dan dijamin kebebasannya dalam melakukan perannya pada publik, dengan dijamin oleh Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Rights).

ISSU MEDIA
Dalam media dikenal ada dua issu dominan yaitu Cultural Dominant dan Changing World Political Scene. Pada isu pertama yaitu, Dominasi Kultur mampu dilakukan oleh media massa. Proses dominasi kultur terjadi ketika proses kultur nasional tergesek oleh kultur yang muncul dari isi berita dan hiburan media yang diimpor dari negara lain, terutama Amerika atau negara industrialis yang lain. Tulisan Thomas Hanitzsch ketika menelaah tulisan R. Kristiawan dan Nuraini Juliastuti dalam Jurnal KUNCI sebagai berikut:
Gramsci menyimpulkan bahwa budaya Barat sangat dominan terhadap budaya di negara-negara berkembang, sehingga negara berkembang terpaksa mengadopsi budaya Barat. Dalam konteks pembangunanisme, konsep Gramsci memang sangat dekat dengan dasar pemikiran teori dependensi (Cardoso), termasuk imperialisme struktural (Johan Galtung) dan imperialisme kultural (Herbert Schiller).
Beberapa negara yang masih berpihak pada budaya nasional dan local heritage dengan sangat terpaksa mengalami juga dominasi budaya global dari nilai-nilai Amerika (Western Minded), contoh yang paling masuk akal adalah pengaruh telenovela, reality show, variety show dan sebagainya. Ada impilkasi yang harus diterima adalah dominasi kultur pada ekonomi. Hampir 48% show di televise berasal dari produk luar dan sisanya 52% adalah produksi nasional.
Pada isu kedua terlihat adanya perubahan skenario politik dunia yang diusung produk media. Negara- negara berkembang dari barat mendominasi dan mengontrol negara berkembang lainnya dalam sistem international. Dalam sistem international seringkali skenario Amerika berhasil diterapkan lewat produk media kepada negara-negara berkembang, ada kecenderungan nilai-nilai budaya barat (Western Cultural Values) yang membombardir negara berkembang, maka Media Barat telah melakukan bentuk kolonialisme media (media colonialism). Untuk itu UNESCO sangat perhatian membela kaum negara berkembang/ negara dunia ketiga dan resolusinya terhadap persoalan ini dengan memberikan hak kepada kekuasaan nasional untuk memonitor berita dan hiburan dari media yang lintas batas (cross border). Jurnalistik perlu secara sadar mampu memfilter pengaruh media barat terhadap negara ketiga. Tetapi diluar dugaan, riset yang disponsori oleh kaum media barat, menyatakan bahwa negara ketiga sangat menerima dengan fair produk media barat yang sarat dengan filosofis“ kebebasan(freedom)“. Maka „Barat“ memantapkan diri untuk terus mempertahankan negara ketiga sebagai pasar dari produk medianya. Persoalannya pers di Barat lebih bebas dari pada di negara ketiga, di negara ketiga media dikuasai oleh government dan mereka eksis untuk mengusung persoalan yang mendukung proses pembangunan dalam negara sedang berkembang (The Third World) . Media dipandang sebagai sangat vital untuk meningkatkan kemampuan publik untuk terlibat dalam strategi pembangunan.
Disisi lain Media dianjurkan menyatakan demokrasi pemerintah dalam produk-produk medianya, sehingga mereka mengangkat tema-tema demokrasi, pemerintah yang bersih (good governance), perdamaian dan hak asasi manusia, kemiskinan, kriminal, dan isu-isu yang sedang panas di diperdebatkan dalam negara berkembang. Pemerintah melakukan kontrol kepada media, terutama dalam mengusung berita tentang pembangunan. Eksistensi sistem media nasional juga sangat dipengaruhi oleh sistem politik negara yang berlaku. Di Indonesia pun terjadi demikian, pihak yang berkuasa (pemerintah) cenderung menguasai media.

TEORI- TEORI MEDIA
Penelitian sejak abad 16 menyatakan ada relasi antara media dan pemerintah dan implikasinya. Ada empat pokok filosofis pelaksanaan media dalam buku yang dipublikasi tahun 1956 dengan judul Four Theories of The Press, beracu pada kebebasan dan kontrol yaitu Authoritarian, Liberalitarian, Communist dan Social Responsibility. Beberapa trend media saat ini masih dibawah rejim otoriter (Authoritarian Regime) , demokratisasi media dikontrol penuh oleh pemerintah/ government. Media tidak mencerminkan penghargaan pada kaum intelektual, ada kebijakan beracu pada kuasa (Ruling Power) yaitu pada pemerintah, pemerintah berhak mengatur isi berita yang mendukung program pemerintah.
Dalam telaah ideologis komunist-marxist, media dimiliki oleh orang-orang yang merupakan representasi dari penguasa/ kaum elit . Kaum elit media, biasanya bekerjasama dengan penguasa. Sehingga isi media merepresentasikan power penguasa atau partai tertentu yang sedang berkuasa, dan media bukan lagi presentasi dari unitas negara, tetapi merepresentasikan kepentingan komunitas tertentu saja.
Teori liberalitarian merupakan refleksi polar dari otoritarian. Bagi liberalitarian kedua sisi pihak didengarkan yaitu rakyat dan pemerintah. Asumsi dari liberalitarian adalah setiap manusia mampu (capable) dan rasional dalam mengambil keputusan. Maka implikasinya, media bebas control. Media memiliki kemampuan memberi kritik pada pemerintah dan bertanggung jawab pada proses demokrasi. Media dan public/ massa sama-sama memiliki bargaining power terhadap penguasa. Peran positif Mass Media dalam mengembangkan Demokrasi yaitu,
The right to the freedom of speech/expression, as well as the freedom of the press, as a corollary of this right, represents fundamental values of the modern pluralist democracy. Without them, many of the progresses achieved in the contemporary world couldn’t be imagined. That is why all these rights must be defended.
Social Responsibility Theory, merupakan modifikasi filosofis dari liberalitarian, bedanya hanya pada absolutisme kebebasan, dalam tanggung jawab social, kebebasannya terbatas dan disesuaikan untuk menyalurkan demokrasi pada publik sesuai dengan kebutuhan dan minat publik. Pemerintah yang berkuasa ikut andil dalam menentukan regulasi media.

MEDIA DAN PEMBANGUNAN
Dalam pembangunan dikenal ada Developmental Concept oleh Hacten yang mengindikasikan pada spectrum otoritarian. Dalam ideologinya pemerintah memobilisasi dan mengarahkan media pada tujuan-tujuan ekonomi dan pembangunan social (Social Development). Beberapa tujuannya adalah membentuk tercapainya integrasi politik, literacy, pemberdayaan ekonomi (economic self-sufficiency) dan eradication of disease. Perspektif seperti ini juga tampak bila kita mengamati kondisi Indonesia kita. Trend di Indonesia Kontrol dan kebebasan media mengikuti tren pluralisme yang diarahkan pada keutuhan politik, ekonomi dan pembangunan sosial bangsa sesuai tujuan nasional dan bergerak kearah modernisasi. Coba kita lihat program media televisi AFI, ada usaha rasionalitas ekonomi yang menggeser spirit pluralisme di Indonesia pada pemilihan akademia kota per kota atau daerah asal.
Bentuk produk media seperti ini masih harus dikritisi pada masa pembangunan sosial Indonesia, dimana melalui AFI, anak-anak muda mengenal gaya hidup bak selebritis, bahwa satu-satunya kekuatan ekonomi dan kepopuleran seolah-olah diusung dari AFI yang notabene adalah beranjak dari ideologi kapitalis. Konsep isi media yang tidak seimbang dalam kualitas dan responsibilitas terhadap pendidikan publik Indonesia, perlu ditelaah lebih lanjut.

BUDAYA:(MEDIA, PENDIDIKAN) menggeser TATANAN SOSIAL dalam frame PEMBANGUNAN
Beberapa impact media kita sadari mampu menggeser tatanan social dan masyarakat. Peran media yang lain sebagai pengusung jurnalisme damai (‘peace journalism’), namun sering kali justru media berperan dalam menyebarkan “kekerasan” (violance) terutama kekerasan kognisi. Coba telaah, ketika muncul persaingan privatisasi Media--dalam arti luas perusahaan/ pemilik media, perlu memperhatikan evaluasi diri dari misi dan visi media, jadi ada sensor pada diri sendiri (Self-Censorship). Bila peran media damai tidak berfungsi, maka kebebasan damai pada publik di wilayah publik semakin kecil. Walaupun media berkembang terus dalam kualitas teknik dan teknologi, tetap masih akan ada ancaman terhadap publik. Media ternyata sangat mampu menggeser budaya dan tatanan sosial. Ketika budaya media bisa dan mampu melakukan perubahan tatanan publik secara membabi buta maka masyarakat dan media, bisa jadi kehilangan budaya pendidikan dalam frame pembangunan.
Sesungguhnya Pembangunan masyarakat terbaca dalam isi media, yang di dalamnya memuat orientasi nilai-nilai lokal, nasional atau international. Dalam isi media dimuat juga agenda-agenda sosial, yang terbaca melalui dialog komunitas pada proses pembangunan ekonomi dan sosial. Yang patut jadi pertimbangan dalam media, kita perlu peka menyongsong adanya indikasi trend global village/ globalisasi pasar, disaat dominasi pemain yang mendominasi (baca: kapitalis) memainkan perkembangan dunia tanpa memperhitungkan relevansi budaya dan kondisi lokal/ tradisional, karena budaya lokal dan nasional dianggap tidak mampu bersaing di pasar. Sesungguhnya kesaktian nilai-nilai jenius lokal dan budaya nasional semakin menjadi variabel kekuatan dalam pembangunan Indonesia. Mengukur aspek kebudayaan sebagai bagian dari pembangunan nasional, maka pengakuan bukan saja dinilai dari unsur kebudayaan, melainkan juga harus ada pengakuan eksistensi serta mampu mengakomodir kepentingan setiap komunitas adat dan budaya lokal dalam kancah kehidupan bangsa.
Walaupun persaingan media tidak mampu dilepaskan dari rasionalitas ekonomi kapitalis, yaitu media sebagai perusahaan harus membuat profit, media akan bisa tetap eksis bila visi dan misi pada spirit pembelajaran public dalam frame pembangunan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia masih membutuhkan media sebagai agen promosi pendidikan dan pembangunan dan mampu berfungsi sebagai agen pemenuhan gairah pembangunan (Development Agencies Desire) dalam wilayah makro. Dalam wilayah mikro, melalui marketing sosial dan pembelajaran dalam hiburan (edutainment), media berusaha merubah perilaku public dalam area: rencana keluarga (family planning), AIDS, kesehatan masyarakat (public health) and sanitasi. Media kerap kali menggunakan metode- metode hiburan (entertainment methods) seperti menggunakan lagu populer dan opera sabun, walaupun beberapa pendangan menyatakan bahwa ini manipulatif.
Bagaimanapun juga media massa masih tetap belum sepenuhnya mampu menyentuh wilayah pedesaan, karena masih ada dibawah pengaruh kekuasaan negara dan seringkali mengalami diseminasi informasi dari atas ke bawah (top-down manner). Maka itu trend dari dialog komunitas dan partisipasi dari bawah ke atas harus terus dipropagandakan dalam debat public.
Mekanisme-mekanisme media yang ditempuh bisa melalui perbincangan interaktif dalam program- program radio dalam komunitas radio dan Koran-koran. Program media bisa mengembangkan kerjasama dengan media privat dalam program berkelanjutan (Sustainability) dan terukur (accessibility) yang mengembangkan basis berisi pendidikan. Media diharapkan mampu membuka kesempatan- kesempatan bagi kelompok marginal di pedesaan, memuat opini dan suara publik desa yang mampu memonitor, mengapresiasi dan mengevaluasi media. Media bisa memilih fungsinya dan membantu agen-agen perubahan sosial dengan memberi support pada pengembangan organisasi sosial. Dalam perkembangan social masyarakat, pemerintah diharapkan membantu mempromosikan nilai- nilai pembelaan terhadap keseimbangan jurnalisme (press advocacy) dan spirit pluralis, kebebasan media (media freedom) dan masyarakat dikembangkan dalam relasi yang mutualis, itu sebabnya media harus berperan serta memberi suport dana untuk pembelaan pada kebebasan media dan kebebasan opini atau berpendapat dari bangsa Indonesia terutama media diharapkan mampu membela hak- hak kaum yang dimarginalkan.
Read more »

TELEVISION AND KIDS - For Life Style Magazine

Kak Nirlaksita, saya menemukan rubrik ini dari seorang teman. Nama saya Ibu Ketut Mandhia (35 tahun),yang akhir-akhir ini seringkali merasa kawatir dengan cerita-cerita televisi yang ditayangkan untuk anak-anak. Cerita anak penuh diwarnai kekerasan: peperangan, dendam, perlawanan, persaingan tidak sehat dan bahkan cerita yang tak masuk akal dalam dunia anak adalah cerita percintaan. Sedangkan disisi lain telah banyak beredar buku-buku cerita anak yang bervariasi dengan isi cerita juga beragam, sesuai dengan nilai yang ingin kami ajarkan untuk Mitha (3th), anak kami. Walau kami menyadari pentingnya bercerita, dan bahkan sudah banyak beredar buku cerita bagus, sayangnya, kami ini adalah orang sibuk. Kami berdua (saya dan suami) bekerja dan pulang kerja jam 18.00 bahkan sampai jam 19.00 WITA. Sehingga begitu pulang, yang ada hanya rasa lelah. Seakan “waktu” menelan keakraban kesempatan kami dengan anak. Kami sadar perlunya mendidik anak tetapi kami kebingungan bagaimana mengatasinya???

Baiklah Ibu Mandhia, kita akan bersama mulai menelaah persoalan keluarga ibu. Bila saya tidak salah, persoalan utama adalah adanya pengaruh buruk cerita yang ditayangkan oleh televisi terhadap perkembangan anak. Memang ketika televisi menyeruak dalam dunia kehidupan keluarga maka bisa dimungkinkan ada persaingan relasi anak dengan orangtua dan relasi anak dengan teknologi audio visual. Perkembangan teknologi di masa sekarang ini semakin ketat lebih menyita waktu anak untuk berelasi dengan televisi dan playstation (game-game) dibandingkan dengan relasi dengan orangtua dan bisa saja itu terjadi di antara Ibu dan Bapak sebagai orangtua Mitha. Mengapa televisi lebih piawai merayu anak dibanding orangtua mereka?
Jawabannya jelas, televisi lengkap menyiarkan cerita yang menarik dalam bentuk suara dan tontonan. Efek-efek teknologi kamera dan animasi memegang peranan penting dalam mendramatisasi cerita. Dramatisasi cerita sangat diperlukan oleh anak pada usia ini. Piaget seorang tokoh psikologi perkembangan menyatakan bahwa pada usia ini anak berusaha mengembangan awal konsep berpikirnya.

Perlu sangat disadari bagaimanapun juga, televisi sebagai produk budaya populer, sehebat apapun cerita yang mampu ditawarkan televisi, memang akan merangsang daya imajinasi anak, namun tidak akan mampu memberikan kualitas yang sama seperti relasi keterdekatan ( intimacy) yang didapatkan anak terhadap orangtuanya. Menurut Carl Rogers, daya imajinasi anak akan mengarahkan anak manjadi lebih kreatif. Relasi anak dengan orangtua akan menumbuhkan perasaan anak merasa dekat, merasa tenang dan merasa ada yang mencintai, dan ini tak mungkin diberikan oleh tokoh-tokoh dalam cerita televisi. Perasaan dicintai hanya mampu diberikan orangtua pada anak dan bukan peran-peran imajiner dalam cerita televisi. Perasaan dicintai akan mampu menstimulasi ide imajiner anak tetap realistis sekaligus fantastis dan tetap terjaga jalinan anak dengan lingkungan sosialnya, artinya perasaan anak tidak tercerabut dari wilayah tersebut.

Maka sudah selayaknya para orangtua mulai menentukan pilihannya. Orangtua adalah pribadi dewasa yang mampu membangun dan menyediakan lingkungan yang layak bagi anak untuk tumbuh berkembang terutama secara mental. Dukungan orangtua penting untuk perkembangan anak. Salah satunya adalah mengembangkan kebiasaan mendongeng, bisa dilakukan sebelum berangkat kantor atau menjelang saat tidur anak. Kebiasaan mendongeng sebagai bentuk keperdulian orangtua justru bisa membentuk suatu hubungan komunikasi dua arah antar anak orangtua. Di dalam mendongeng sesungguhnya lebih mudah bagi orangtua untuk memasukkan nilai yang ingin ditanamkan (internalisasi). Anak bisa diajak bersama bereksperimen untuk mengeksplorasi ide cerita, sehingga ide cerita, mampu lebih dikembangkan.

Tujuan untuk fokus pada perkembangan anak merupakan pilihan orangtua. Banyak keuntungan yang didapatkan dari hubungan antara anak dan orangtua melalui dongeng diantarannya sebagai berikut: pengembangan ide anak, pengembangan emosi anak (dari lontaran-lontaran tanggapan emosi terhadap isi cerita orang tua). Pendapat ini dikemukakan oleh Irwanto sebagai Ketua I Kajian dan Advokasi pada Komnas Perlindungan Anak, beliau menyarankan agar perlunya anak diajak bicara sejak kecil. Dongeng menstimulasi (mendorong) anak menyatakan pendapatnya. Tentu saja, kemudian apapun pendapat anak hendaknya dihargai. Pendapat anak tampak dalam cara penolakan atau penerimaan anak terhadap sesuatu, suka atau tidak suka anak pada sesuatu.
Penerimaan pendapat anak akan mensupport anak untuk membiasakan dari kecil memasuki situasi yang dialogis (komunikasi timbal balik). Suatu situasi yang dialogis tidak hanya muncul begitu saja tanpa kesengajaan untuk menatanya. Situasi dialogis muncul bila ada keterbukaan antar anak dan orangtua dan sebaliknya. Tukar pendapat bisa terjadi baik bila orangtua menyediakan diri untuk terbuka dan menerima segala pendapat anak. Setiap pendapat anak dan orangtua dibiasakan ada konsekwensi dan alasan yang tepat untuk menjelaskannya (otomatis dengan bahasa yang bisa dimengerti anak).

Kembali pada persoalan awal, pengaruh televisi pada anak dapat diatasi dengan dongeng pada anak (buku kan sudah banyak). Tradisi dongeng kembali dihidupkan sebagai bentuk perlawanan (counter wacana) Christopher Gleeson menyatakan bahwa orangtua harus menjadi pendogeng ulung dari ujung rambut sampai ke darah daging. Dunia anak adalah dunia imajinasi, itu sebab sebenarnya anak lebih tertarik pada cerita yang dramatisasinya terlihat jelas. Anak mulai belajar nilai-nilai kemanusiaan dari tokoh-tokoh cerita anak yang mampu didramatisasi dengan menarik. Ketertarikan anak mengaktifkan ekspresi menyatakan pendapat dan akan mengarahkan anak menjadi pribadi yang penuh keyakinan dan optimis, bahkan yang paling mengharukan, anak lebih cepat siap dan mampu menyesuaikan diri dalam perkembangan lingkungan sosialnya. Melalui dramatisasi cerita lisan (dongeng) maka orangtua mampu mengenal siapa anak mereka dari ide-ide anak dari tanggapanya terhadap cerita lisan. Di dalam proses dongeng, anak maupun orangtua bisa saling belajar untuk mengerti perasaan masing-masing, Ketajaman intuisi anak dan orangtua bisa muncul dari keterlibatan bersama.
Pilihan orangtua dari awal dengan melibatkan anak adalah pilihan yang tepat. Maka sebaiknya waktu bukan lagi menjadi salah satu sebab kesalahan atau kambing hitam setelah pengaruh tayangan televisi. Meluangkan sedikit waktu (30 menit) dan melakukan pilihan kegiatan yang berkualitas justru akan membangun kesempatan kehangatan untuk saling bertukar ide dalam relasi anak-orangtua.
Read more »