"KEBENARAN’ menghantar LOGIKA "

JudulGambar

‘KEBENARAN’ menghantar LOGIKA

Ketika akan berjalan menyusuri apa itu logika, penulis merasa perlu untuk mampir dulu di wilayah jaman pra- Sokratik, Heraklitus dan Parmenides membahas tentang pentingnya peranan akal (reason) dalam determinasi kebenaran (yang berada tidak di dalam dunia yang tampak- appearance), pemikiran ini membantu Plato dalam bidang epistemologi. Kedua filsuf ini (Heraklitus dan Parmenides) menjelaskan unsur epistemologi dengan metafor terang- gelap.

Heraklitus sendiri dalam doktrinnya tentang aliran dan perubahan menyatakan bahwa tidak ada dunia inderawi yang riel, sebab segala sesuatu selalu berubah. Satu hal yang riel adalah LOGOS yang merupakan sebab imanen dari pola yang secara universal sangat jelas dalam perubahan yang terus menerus dari segala benda.

Menurut Parmenides realitas adalah identik dengan being (adanya) dan bukan becoming (menjadi) dalam realitas sempurna seperti kata Heraklitus, dan tidak perlu ada proses didalamnya (bersifat permanen).
Perseteruan ini digunakan oleh Plato untuk melihat bahwa realitas adalah ganda. Ada realitas objek fisis yang berada dalam ruang dan waktu ada juga realitas formal yang menjadi objek berpikir seperti forma keindahan atau kebaikan.

Plato mengakui bila realitas hanya terdiri dari benda-benda yang tak dapat diubah, intelegensia kita tidak akan memiliki eksistensi yang riel karena dalam pengetahuan intelegensia secara esensial membutuhkan being yang sungguh-sungguh ada (exist) sebagai perantara atau alat. Diskusi antara Heraklitus dan Parmenides berperanan ketika kita membahas soal kebenaran. Sedangkan Plato yakin bahwa kebijaksanaan tidak akan pernah ada tanpa dipengaruhi oleh akal, yaitu kepastian intelektual untuk tetap mengacu pada kebenaran.
Beranjak pada pemikiran tentang kebenaran, kita semakin mendekati apa itu logika. Logika adalah tatanan atau jenis- jenis pemikiran yang menguraikan kebenaran. Ada baiknya nasihat dari BOSSUET, selalu pantas kita dengarkan,
“hukum pertama dari logika kita, ialah bahwa kita harus tidak pernah meninggalkan kebenaran-kebenaran, sesudah mereka diakui, betapa tinggi kesulitan–kesulitan yang akan muncul; bahwa sebaliknya kita harus memegang dengan teguh kedua ujung rantai, meskipun kita tidak selalu bisa melihat bagaimana proses perantaian berjalan.”

Hanya seorang pelaku tindakan yang bebas yang dapat bersifat rasional.Jadi pikiran dan kebenaran mengandaikan pengakuan kebebasan, seperti dengan halnya pertimbangan dan pilihan moral

Secara etimologis logika dibentuk dari kata λόγικος – logikos dari asal kata benda λόγος- logos. Kata logos artinya sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran),kata, percakapan atau ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu logika disebut Logica scientia (ilmu logika), sekarang biasa disebut logika saja.

Dalam sejarah perkembangan logika banyak definisi oleh para ahli. Diantaranya (1)Logika ilmu dalam lingkungan filsafat yang membehas prinsi-prinsip dan hukum-hukum penalaran yang tepat.(2) Logika adalah ilmu pengetahuan (science) tetapi sekaligus juga merupakan kecakapan atau ketrampilan(art) untuk berpikir secara lurus, tepat dan teratur; ilmu mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui, sedang kecakapan atau ketrampilan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan.(3)Logika adalah teknik atau metode untuk meneliti ketepatan berpikir (logika dipandang sebagai metode dan bukan ilmu).(4) logika adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sahih (valid). Definisi yang lalu dikembangkan tentang logika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau menyusun, mengembangkan dan membahas asas-asas, aturan formal, prosedur- prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral

Tuntutan moral dari ilmu pengetahuan adalah memiliki objek formal dan objek material, sehingga bisa disebut ilmu pengetahuan. Objek material ilmu dalah materi/ bidang / lapangan penyelidikan ilmu bersangkutan. Objek formal adalah bagaimana material tersebut dipandang. Objek formal psikologi adalah perilaku dan aktivitas mental, objek formal pedagogi adalah kegiatan manusia yang menuntun pada perkembangan tertentu. Biasanya objek material konkrit untuk mudah dalam mengamati. Kebenaran dapat dicapai bila ada kesesuaian pengetahuan dengan objek materialnya. Maka objek material dari logika adalah manusia itu sendiri. Ilmu- ilmu dapat menggunakan objek material yang sama namun beda pada objek formal.

Cerita sejarah logika sebenarnya diawali oleh Thales yang menyingkirkan pendapat bahwa mitos dan cerita-cerita adalah hanya isapan jempol dan ia mencoba mengarahkan pada akal budi untuk memecahkan misteri alam semesta, sejak inilah pertama kali diletakkan dasar-dasar berpikir logis.

Kemudian Aristoles menyatakan bahwa logika disebut (1)) analitika (meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar; dan(2) dialektika secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Warisannya lain pada muridnya To Organon artinya “alat” yaitu (1)Categoriae, menguraikan pengertian-pengertian;(2) De Interpretatione, membahas keputusan-keputusan;(3) Analitica Priora membahas pembuktian; ;(4) Analitica Posteriora membahas pembuktian (5)Topica, berisi cara berargumentasi/ cara berdebat; (6) De Sophisticis Elenchis, membicarakan kesesatan dan kekeliruan berpikir.

Bila sejarah Logika sesungguhnya diawali oleh Thales,Posisi logika dalam peta ilmu pengetahuan yang menandai Aristoteles (284 – 322 SM), logika tidak dimasukkan dalam tiga kelas ilmu pengetahuan yaitu (1) filsafat spekulatif/ teoritis (sifat objektif dengan tujuan untuk ilmunya sendiri (fisika, metafisika, biopsikologi, teologia); (2) filsafat praktika-pedoman tingkah laku (etika dan politik; (3) Filsafat produktif –produktif lewat kemampuan khusus (kritik sastra, retorika, dan estetika). Bagi Aristoteles logika diluar ilmu pengetahuan maka menurut Aristoteles, sebelum belajar ilmu pengetahuan, harus belajar logika lebih dahulu.

Mashab dimana logika berkembang pada jaman Yunani kuno, disebut Ancient Logic (Logika Kuno), meliputi Logica Aristoteles (Aristotelian Logic), inti dari logika Aristoteles adalah silogisme (penemuan murni yang terbesar dalam logika). Lalu penganut Aristoteles antara lain yang terkenal Theoprastus (370 –288 SM) yang melanjutkan karya Aristoteles dalam Logika. Euclides juga mengembangkan Logika Keterangan pada mazhab Megaria. Istilah logika yang menggunakan pertama kali adalah Zeno dari Citium (334-262 SM)- sebagai pelopor kaum stoa- mazhab stoa. Puncak kejayaan Stoa diungkapkan dengan” Tanpa Chrysippus, Stoa tidak akan pernah ada”. Sebagai pemimpin ketiga yang terbesar, ia mengembangkan logika menjadi bentuk-bentuk penalaran yang sistematis. Kemudian dilanjutkan dua dokter medis Galenus (130-200 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M), Logika dikembangkan dengan metode geometri. Logika Aristoteles dipakai pada abad ketiga belas sampai abad kelima belas. Logika kuno ini dikenal juga sebagai Classical Logic atau oleh I.M. Bochenski lebih suka disebut Ancient Formal Logic (Logika Formal Kuno) untuk membedakan dengan logika kuno lainnya misal Logika India Kuno (Ancient Indian Logic). Logika tradisional ini membahas dan mempersoalkan definisi, konsep, term menurut struktur susunan dan nuansanya, serta seluk beluk penalaran untuk memperoleh kebenaran yang lebih sesuai dengan realitas.

Logika Airtoteles di fokuskan pada membuat dan menguji inferensi. Dalam konsep tradisional, logika adalah studi tentang relasi formal dalam jenis. Pemikiran yang berkembang adalah tentang relasi antar jenis, maka muncul teori proposisi antar jenis yaitu kalkulus jenis dan kalkulus antar jenis. Dalam logika Aristoteles dikenal Logika Formil Kategorik (yang sudah beserta modifikasinya oleh Imanuel Kant). Logika Aristoteles yang terkenal adalah Struktur Silogisme Kategorik: premis mayor, premis minor, dan klonkusio.

Bagaimanapun juga kita ‘terpaksa’ membahas sekilas tentang logika matematika, karena logika ini sangat mendukung silogisme inferensi, yang sangat diperlukan dalam pendekatan ilmu alam dan lalu ilmu sosial sampai sekitar abad 20. Logika matematika beranjak dari model induktif ke model deduktif ketika paradigma Thomas Kuhn dan Laudan bisa membuktikan kebenaran menggunakan konstruksi logik deduktif probabilistik. Logika matematika aksiomatik didukung logika-nya, pertama oleh Aristoteles dalam pembuktian kebenaran silogisme deduktif kategorik (kebenaran pada relasi formal/ kebenaran formal). Kedua oleh Euclides membuktikan kebenaran materi (menggunakan aksioma sebagai asumsi yang “self evident”) yang ketiga oleh Theoreem dengan pendekatan observasi.

Asumsi kesepadanan (isomorphik) yang dikembangkan dalam logika matematika untuk mendukung logika induktif dan deduktif. Relasi kalkulus antar jenis mengupas relasi: Dyadic, triadic, tetradic sampai polyadic. Relasi bisa simetris dan asimetris, relasi transitif dan intransitif. Inferensi yang valid yang didasarkan pada relasi transitif.
Logika paradigmatik (qualitative-grounded) ada alternatif komparatif. Objek ditelaah dalam kesatuan Holistik, sedang kesimpulan yang dihasilkan merupakan generalisasi. Inferensial menggunakan analisis pemaknaan divergensi: memilah–milah, heterakik, morphogenetik (genealogi bentukan), holografik dan paradoxal (keganjilan - antinomy).

Logika dalam Pendekatan matematika menggunakan berbagai simbol, yang mewakili relasi antar faktor, untuk menghasilkan kesimpulan tertentu. Misalnya simbol “+”, “-“ atau “x”. Penggunaan berbagai metode statistika, adalah kelanjutan dari logika matematika untuk menggambarkan proses logis dari probabilitas serta relasi yang terjadi antara faktor-faktor yang ditelaah.

Beberapa gambaran pengembangan logika dari hal ini adalah pengujian inferensi dengan analisis parametrik dengan syarat data homogen dan linier (analisis regresi, multiple correlation). Metode ini banyak digunakan dalam ilmu Psikologi. Validitas konstruk diuji antar sub kelompok, consistency diuji reliabilitasnya dalam pre test dan post test.

Perkembangan Logika pesat dalam bahasa, dengan menggunakan Simbol, Tokoh analisis tata bahasa dalam aliran strukturalisme klasik dibidani oleh de Saussure, dengan dua bentuk linguistc codes: elaborated code (dalam tata bahasa, konstruk kalimat- kata ganti- kata depan- memperlihatkan logika berpikir) dan restricted code (kalimat singkat, tata bahasa sederhana, sering pakai kata hubung, sedikit anak kalimat, alasan dan kesimpulan kacau- pemikiran logis sederhana).

Logika dalam aliran Strukturalisme Levi-Strauss (Strukturalisme genetik) ada latar belakang sosial yang mempengaruhi. Fungsinya lebih pada menganalisis terjadinya jenjang sosial dan perubahan sosial, banyak digunakan dalam antropologi. Strukturalisme dinamik, realitas ditampilkan lewat kesan imaginer pada jamannya- (novel imaginer)- lihat karya Umar Khayam.

Perkembangan selanjutnya, Strukturalisme Semantik, logika bahasa sebagai simbol tentang ide, ekspresi berkembang dalam logika semantik. Dalam Semantik muncul adanya pemaknaan dengan dekonstruksi, membuka suatu pola paradigma baru dalam pemaknaan simbolik kata-kata dalam keseluruhan karya sastra (analisis Heuristik).

Analisis berikutnya logika Hermeunetik: kebenaran dicari dengan analisis Heuristik dan Hermeunetik sumber tunggal: budaya, arti bahasa, otoritas lain). Dekonstruksi pemaknaan menolak acuan tunggal sehingga tidak memenjarakan kreatifitas baru, tidak linier dan tidak konvergen. Yang sering kita lakukan sebagai peneliti adalah berpikir dengan logika pragmatik, seringkali problem teoritik direduksi dan moralitas menjadi kepentingan pragmatik untuk suatu keputusan. Terutama dipakai oleh kita dalam mengambil keputusan praktis sehari- hari. Tetapi bagi Auguste Comte (1798 –1857) tetap bertahan dengan membagi ilmu pengetahuan dan logika ditempatkan pada kelompok ilmu normatif (ilmu terapan) yaitu ilmu logika, etika, hukum.

Kegunaan Logika (1) membentuk setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis, dan koheren; (2) meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan objektif;(3) menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri;(4) meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.barang siapa mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggenggam master key untuk membuka pintu masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Logika menjadi basis dari berbagai pendekatan ilmiah karena adanya konsekuensi logis dari pemikiran logika. Setiap alur ilmiah yang dianut oleh masing-masing pendekatan, memiliki apa yang disebut dengan konsekuensi logika atau konsekuensi logis. Semua presentasi dari konsekuensi logis berdasarkan suatu skema. Silogisme Aristoteles adalah contoh jelas dari konsekuensi logis
Ferio: Tak ada F yang adalah G. Beberapa H adalah G. maka beberapa H adalah bukan F.
Masing-masing logika memiliki arah atau konsekuensi masing-masing. Bila kita menggunakan logika deduktif, maka pengambilan kesimpulan juga berdasar alur logika deduktif. Sejumlah hal yang penting dalam konsekuensi logis dipaparkan berikut ini.

Beall dan Restall (2005) menyatakan pertama-tama konsekuensi logis Deduktif dan Induktif. Bila dikatakan bahwa pernyataan secara induktif valid, maka gabungan kebenaran dari premis-premis yang ada adalah “kemungkinan yang memadai” (bukan keharusan memadai) bagi kebenaran kesimpulan-kesimpulannya. Ke-valid-an suatu pernyataan secara induktif berarti premis-premisnya membuat kesimpulan menjadi lebih memiliki dasar. Seperti sudah sedikit disinggung di atas, ada sejumlah cara yang dipakai untuk menganalisa konsekuensi induktif. Kita bisa menguji pada tingkat seberapa jauh kemungkinan dari kesimpulan tersebut (misalnya dengan berbagai metode probabilitas), atau kita bisa menguji apakah dalam situasi normal, kesimpulan berlaku.

Dalam logika deduktif, bila kita menyatakan bahwa suatu kesimpulan mengikuti premis-premis dalam logika deduktif, artinya menyatakan bahwa kesimpulan “tanpa kecuali” adalah sesuai logika tersebut. Contoh sederhana adalah pernyataan bahwa air adalah senyawa dua atom hidrogen dan satu oksigen, maka H2O tanpa kecuali adalah air. Namun ada berbagai jalan logika yang dipakai untuk membuktikan hal ini. Sejumlah pernyataan deduktif, memiliki konsekuensi logis yang menghendaki argumen apriori, yang diketahui sebelumnya dan tidak harus dialami oleh yang menelaah. Selain itu ada pula pemahaman tentang kebutuhan konseptual. Dalam kaitan dengan air serta H2O misalnya, bukanlah secara konseptual bahwa air adalah H2O, melainkan air dan H2O adalah dua konsep berbeda yang mengacu pada benda yang sama.

Selain itu ada pula konsekuensi logis Formal dan Material. Konsekuensi material adalah konsekuensi bahwa untuk membuat langkah dari premis menuju kesimpulan kita membutuhkan lebih dari sekedar struktur atau bentuk dari pernyataan-pernyataan yang ada. Untuk mencapai kesimpulan, secara material, kita perlu memahami isi. Sedangkan Konsekuensi logis adalah formal, bila tergantung pada bentuk dan bukan substansi dari pernyataan yang ada. Pernyataan yang masuk dalam skema silogisme Aristoteles, misalnya, bisa dikatakan sebagai valid secara logika formal.

Kita bisa mengatakan bahwa aturan-aturan logika formal adalah sepenuhnya netral terhadap ciri-ciri khusus dari obyek. Suatu analisa yang dekat untuk mengambarkan formalitas adalah bahwa aturan-aturan formal sepenuhnya abstrak. Secara abstrak, ia memisahkan diri dari isi pemikiran atau pernyataan, dan hanya melihat struktur semantik saja.
Penyusunan Konsekuensi Logis juga kerap menggunakan pembuktian-pembuktian serta model. Artinya, berbagai premis disusun perlahan-lahan dengan berbagai bukti, atau dengan penyusunan model. Pola semacam ini terutama kerap berhubungan dengan karya-karya teknik abad ke dua puluh satu, yang menjelaskan pernyataan dalam kaitan bukti-bukti yang mendukung dan yang lain melalui penyusunan model.
Pada pendekatan bukti, validitas dari suatu pernyataan tergantung pada adanya bukti-bukti guna kesimpulan dari premis-premis. Abad ke 20 telah melihat banyak sistem pembuktian, dari yang disebut pembuktian Hilbert dengan aturan yang sederhana dan aksioma kompleks, hingga sistem-sistem deduksi alami (natural deduction systems) dengan sedikit (bahkan tanpa) aksioma dan banyak sekali aturan.
Secara sederhana model-centered approach atau pendekatan berpusat pada model konsekuensi logis adalah dengan menyandarkan validitas dari argumen berdasarkan ketiadaan counter example. Sebuah model harus dapat menghilangkan faktor-faktor yang membuat premis-premis dari suatu argumen gagal meraih kesimpulan. Yang dapat menjadi contoh disini adalah model pesawat terbang, yang diterbangkan dalam ruang simulasi. Ide dari konsekuensi logis model adalah ketiadaan counterexample, artinya adalah bahwa suatu argumen dikatakan valid hanya dan hanya bila terdapat model yang menunjukkan bahwa semua premis adalah benar dan kesimpulan adalah benar pula.

Seperti halnya kita bisa menanyakan penggunaan sistem pembuktian, kita juga dapat mempertanyakan secara filosofis mengenai pendekatan model. Bagaimana misalnya, memahami “sifat” model? Bagaimana kita memahami variasi dari nilai-kebenaran dari model-model?

Pertanyaan tersebut juga mengarah pada pertanyaan: apakah hanya ada satu macam konsekuensi logis yang menjadi sasaran dari berbagai teori tersebut, ataukah ada banyak?
Kaum ortodoks, kaum monisme logis, akan dengan pasti menjawab bahwa hanya ada satu hubungan deduktif dan berbagai sistem formal menggambarkan relasi logis yang ada dengan baik, atau buruk.

Kaum contextualist atau relativist menyatakan bahwa argumen tergantung pada subject-matter atau kerangka referensi atau konteks evaluasi lainnya. Kaum berlogika pluralis, di sisi lain menyatakan bahwa mengenai satu hal dan satu argumen, dalam konteks yang satu dan sama, terkadang berbagai hal harus diungkapkan guna mencapai validitas.

Walaupun tulisan tentang logika ini jauh dari sempurna karena tidak semua dalil, konsep, rumusan, term logika termaktub semua di sini, untuk menutup tulisan ini, kembali kita diingatkan oleh Plato:
Kebijaksanaan tidak pernah ada tanpa dipengaruhi akal, yaitu kepastian intelektual untuk tetap mengacu kepada kebenaran.

Karena itu kita dapat juga mengatakan bahwa kebijaksanaan merupakan sarana berpikir secara benar, memiliki hubungan erat dengan kebenaran, bahwa kebijaksanaan memperlihatkan kebenaran, kata Plato: jalan menuju kebenaran adalah logika.

0 comments:

Posting Komentar